Senin, 13 Desember 2010

Proses Pembuatan Patung Liberty

Baru–baru ini perpustakaan umum di New York mengungkap beberapa gambar yang memperlihatkan tahapan konstruksi pada pembuatan patung liberty. Kembali ke masa lalu dan melihat pemandangan luar biasa di belakang foto dari penciptaan struktur superlatif ini.
undefined

Mulanya sebuah bentuk raksasa yang dibentuk. Skala yang digunakan dalam proses pembangunan dapat dilihat bahwa para pekerja melihat ke kamera yang merupakan penemuan yang baru ditemukan. Nama yang diambil memiliki arti bahwa Liberty akan menerangi dunia, dibangun dengan menggunakan tembaga murni meskipun pada gambar terlihat seperti marmer. Liberty merupakan sebuah keajaiban yang tercipta dari kontribusi Perancis dan Amerika.

Foto di atas diambil oleh seorang fotografer bernama Fernique Albert, gambar-gambar yang diambil sekitar 1883, dan harus diakui pula tentang kehandalah fotografer tersebut karena berhasil mengabadikan pembangunan karya yang luar biasa megah dengan mengcapcute bagian – bagian yang ada mengingat besarnya patung tersebut. Perancis telah memutuskan untuk memberikannya ke Amerika Serikat sebagai simbol perayaan kemerdekaan bahwa Amerika dan dunia tidak akan pernah lupa. Proses pembangunan patung ini sungguh-sungguh lambat dan penuh dengan kesulitan keuangan.

Spoiler for liberty:
undefined


Pada saat itu di Perancis terjadi kekacauan politik, banyak orang melihat kembali pada waktu Napoleon dan sebelum monarki dengan menginginkannya kembali. Politisi Perancis yang licik kemudian melihat Lady Liberty sebagai cara terbaik untuk maju untuk dapat merebut Amerika.

Spoiler for liberty:
undefined


Pada gambar tersebut terlihat pembalutan lengan kiri pada patung yang sebelumnya telah dibuat kerangka lengannya. Karena ada banyak pekerjaan di bawah carapace, sehingga politisi Perancis memiliki motif tersembunyi. Tujuan di mata politik sebagai hadiah adalah untuk membuat paham republic sebagai pusat ideologi politik dalam pikiran masyarakat. Bagaimanapun mereka tidak pernah berhasil sepenuhnya menanamkannya di masyarakat tetapi Perancis tidak boleh salah berpikir. Harus dikatakan di sini yang biasa Perancis, melalui substansial dari membeli tiket lotere (dan dana usaha) mempunyai tujuan yang lebih suci di hati mereka daripada politisi.

Wajahnya terinspirasi seperti dewa matahari Roma, Apollo atau setara Helios – Yunani. Bumi sebagai pusat sumber inspirasi pada perempuan dalam kehidupan seorang pengukir bernama Frederic Auguste Bartholdi. Mungkin juga setelah Isabella Eugenie Boyer yang merupakan figure yang baik di Perancis pada masa itu. Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa percaya terhadap patung sebenarnya milik ibu Bartholdi bahwa Bartholdi tidak pernah mengungkapkan kebenaran model wajah, namun jika hal ini terjadi Freud akan mempunyai sebuah lapangan harian.

Spoiler for liberty:
undefined


Pertama Bertholdi membuat model dengan skala kecil, yang masih ditampilkan di Jardin du Luxembourg di kota patung asli konstruksi di Paris. Sebelum patung itu dikirim ke Amerika, namun, patung itu harus dilihat untuk diuji. Pada kunjungan ke Mesir, Bartholdi dari menemukanan visi kebebasan yang sampaikan proporsi yang hadir. Kemudian pada tahun 1876 Perancis memberikan patung tersebut sebagai hadiah perayaan kemerdekaan ke seratus.

Spoiler for liberty:


Sedikit demi sedikit, patung mulai terlihat bentuknya. Bertholdi melihat Terusan Suez dalam proses pembangunan tahun 1860an dan terinspirasi untuk membangun sebuah figur raksasa pada pintu masuk. Dia merencanakan untuk membangunnya tapi ditolak oleh pemerintah Mesir mengingat pada saat itu terjadi kesulitan keuangan. Patung telah dibangun di Mesir sebagai mercusuar, ide yang tidak akan pernah diambil untuk Amerika. Patung Liberty seperti yang kita tahu sebenarnya telah digunakan sebagai mercusuar, dari pembukaan tahun 1886 sampai 1902 – yang pertama di dunia yang menggunakan listrik

Spoiler for liberty:


Terdapat masalah strultural yang cukup besar yang harus dialamatkan dalam perancangan dan pembangunan sebuah patung seperti luasnya. Masukkan dari Gustave Eiffel, yang kemudian akan melanjutkan untuk membangun menara yang masih mendominasi jalan layang kota Paris.. Koechlin membuat sebuah tiang besar dari besi tempa dan kerangka bingkai untuk memastikan bahwa patung tidak akan jatuh di bawah angin tinggi.

Spoiler for liberty:
undefined


Akhirnya pada tanggal 4 Juli 1876 terbentuklah patung yang selama ini dibangun. Hanya tangan kanan dan obor yang belum selesai Namun, karena Amerika telah mengambil tanggung jawab untuk pembangunan alas, maka potongan-potongan patung yang ditampilkan kepada Amerika berkenaan dengan pinggang di Centennial Exposition (di Philadelphia). Dan juga terlihat pula upaya untuk pendandanan alas patung.

Spoiler for liberty:
undefined


Sebuah patung raksasa yang melambangkan gagasan dan aspirasi dari Amerika oleh Presiden Grover Cleveland di Liberty Island (nama dari Bedloe Love’s Island). Liberty ditetapkan sebagai simbol kebebasan dan obor yang dipegang adalah sebagai simbol penerangan bagi warga amerika.

Minggu, 28 November 2010

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950

UNDANG-UNDANG No. 3 TAHUN 1950
TENTANG
PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang:

bahwa perlu lekas dibentuk Daerah Istimewa Jogjakarta, jang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganja sendiri, sebagai termaksud dalam Undang-undang No. 22 tahun 1948 tentang pemerintahan daerah;

Mengingat:

pasal 5 ajat (1), pasal 20 ajat (1), pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar, Maklumat Wakil Presiden tanggal 10 Oktober 1945 No. X. dan Undang undang No. 22 tahun 1948;
Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat.

M e m u t u s k a n :

Menetapkan pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta dengan peraturan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN
DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA.

Bab I.

PERATURAN UMUM.

P a s a l 1.

(1) Daerah jang meliputi daerah Kesultanan Jogjakarta dan daerah Paku Alaman ditetapkan menjadi Daerah Istimewa Jogjakarta.
(2) Daerah Istimewa Jogjakarta adalah setingkat dengan Propinsi.

P a s a l 2.

(1) Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta berkedudukan di Kota Jogjakarta.
(2) Dalam waktu luar biasa kedudukan itu untuk sementara waktu oleh Presiden dapat dipindahkan kelain tempat.

P a s a l 3.

(1) Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Istimewa Jogjakarta terdiri dari 40 orang anggauta.
(2) Djumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, kecuali anggauta – Kepala Daerah dan anggauta - Wakil Kepala Daerah, adalah 5 orang.

Bab II.

TENTANG URUSAN RUMAH TANGGA DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA.

P a s a l 4.

(1) Urusan rumah tangga dan kewadjiban-kewadjiban lain sebagai termaksud dalam pasal 23 dan 24 Undang-undang No. 22 tahun 1948 bagi Daerah Istimewa Jogjakarta adalah sebagai berikut:
I. Urusan Umum.
II. Urusan Pemerintahan Umum.
III. Urusan agraria.
IV. Urusan pengairan, djalan-djalan dan gedung-gedung.
V. Urusan pertanian dan perikanan.
VI. Urusan kehewanan.
VII. Urusan keradjinan, perdagangan dalam Negeri perindustrian dan koperasi.
VIII. Urusan perburuhan dan sosial.
IX. Urusan pengumpulan bahan makanan dan pembagianja.
X. Urusan penerangan.
XI. Urusan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan
XII. Urusan kesehatan.
XIII. Urusan perusahaan.
(2) Urusan-urusan tersebut dalam ajat (1) diatas didjelaskan dalam daftar terlampir ini (lampiran A) dan dalam peraturan-peraturan peleksanaan pada waktu penjerahan.
(3) Dengan Undang-undang tiap-tiap waktu, dengan mengingat keadaan urusan rumah tangga Daerah Istimewa Jogjakarta dan kewadjiban Pemerintah jang diserahkan kepada Daerah Istimewa Jogjakarta di tambah.
(4) Urusan-urusan rumah tangga dan kewadjiban-kewadjiban lain dari pada jang tersebut dalam ajat (1) diatas, jang dikerdjakan oleh Daerah Istimewa Jogjakarta sebelum dibentuk menurut Undang-undang ini, dilandjutkan sehingga ada ketetapan lain dengan Undang-undang.

P a s a l 5

(1) Segala milik baik berupa barang tetap maupun berupa tidak tetap dan perusahaan-perusahaan Daerah Istimewa Jogjakarta sebelum dibentuknja Undang-undang ini mendjadi milik Daerah Istimewa Jogjakarta, jang selanjutnja dapat menjerahkan sesuatunja kepada daerah-daerah dibawahnja.
(2) Segala hutang piutang Daerah Istimewa Jogjakarta sebelum pembentukan menurut Undang-undang ini, mendjadi tanggungan Daerah Istimewa Jogjakarta.

P a s a l 6.

Peraturan-peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta sebelum pembentukan menurut Undang-undang ini, belum diganti dengan Peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta berlaku terus sebagai peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta; Peraturan-peraturan tersebut tidak akan berlaku lagi, sesudah 5 tahun terhitung dari berdirinja Daerah Istimewa Jogjakarta menurut Undang-undang ini.

Bab III.

PERATURAN PENUTUP.

P a s a l 7.

Undang-undang ini mulai berlaku pada hari jang akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.

Agar Undang-undang ini diketahui umum, maka diperintahkan supaja diundangkan dalam Berita Negara.

Ditetapkan di Jogjakarta,
pada tanggal 3 Maret 1950

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
(PEMANGKU DJABATAN)
ASSAAT

MENTERI DALAM NEGERI
SOESANTO TIRTOPRODJO

Diundangkan pada tanggal 4 Maret 1950
MENTERI KEHAKIMAN
A.G. PRINGGODIGDO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1950 NOMOR 3

Lampiran Undang-Undang

LAMPIRAN
UNDANG–UNDANG No. 3 TAHUN 1950
TENTANG
PEMBENTUKAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA MENURUT PASAL 4 AJAT (2)

Lampiran A

I. Urusan Umum (tata Usaha), jang meliputi:

1. pekerdjaan persiapan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sendiri;
2. persiapan rentjana anggaran pendapatan dan belandja, perhitungan anggaran pendapatan dan belandja dan hal-hal lain jang mengenai anggaran pendapatan dan belandja;
3. pekerdjaan keuangan sendiri;
4. Urusan pegawai;
5. Arsip dan ekspedisi;
6. penjelidikan anggaran pendapatan dan belandja dan perhitungan anggaran pendapatan dan belandja Kabupaten dan Kota-Besar, untuk disahkan;
7. pengawasan keuangan Kabupaten dan Kota Besar.

II. Urusan Pemerintahan Umum, meliputi:

1. pengawasan djalanja peraturan daerah Istimewa Jogjakarta;
2. Pimpinan dan pengawasan pekerdjaan daerah-daerah autonom dibawahnja;
3. perlaksanaan, penetapan atau perubahan batas-batas daerah dibawahnja;
4. urusan minoriteit dan bangsa asing (medebewind);
5. pekerdjaan rupa-rupa jang tidak termasuk pada salah suatu kewadjiban bagian urusan lain.

III. Urusan Agraria (tanah), meliputi:

1. penerimaan pejerahan hak ,,eigendom” atas tanah ,,eigendom” kepada negeri (medebewind);
2. penjerahan tanah Negara (beheersoverdracht) kepada djawatan-djawatan atau Kementerian lain atau kepada daerah autonom (medebewind);
3. pemberian idzin membalik nama hak ,,eigendom” dan [,,]opstal” atas tanah, djika salah satu fihak atau keduanja masuk golongan bangsa asing (medebewind);
4. pengawasan pekerdjaan daerah autonom dibawahnja (sebagian ada jang medebewind).

IV. Urusan Pengairan, Djalan-djalan dan Gedung-gedung, meliputi:

1. kekuasaan atas perairan umum ialah sungai-sungai, sumber-sumber, danau-danau dan selokan-selokan air temasuk tanah-tanah bantarannja, tepi-tepi dan tanggulnja beserta bangun-bangunan milik Pemerintah jang ada diatas atau ditepi perairan itu jang dipergunakan untuk pengangkutan, pembangunan atau penahan air jang diserahkan oleh Pemerintah kepada Daerah Istimewa Jogjakarta;
2. kekuasaan atas pemakaian dari perairan umum untuk pertanian dan lain-lain kepentingan daerah dan Negara jang diserahkan oleh pemerintah kepada Daerah Istimewa Jogjakarta;
3. kekuasaan atas djalan-djalan termasuk tanah-tanah, bangunan-bangunan dan pohon-pohon dalam lingkunganja jang diserahkan oleh Pemerintah kepada Daerah Istimewa Jogjakarta;
4. kekuasaan atas gedung-gedung Negeri jang diserahkan oleh Pemerintah kepada Daerah Istimewa Jogjakarta;
5. penjerahan tersebut dalam angka 1 hingga 4 diatas ada jang termasuk medebewind.

V. Urusan pertanian dan perikanan, meliputi:

Pertanian.
1. inspeksi, dan merentjanakan hal-hal jang dapat menghidupkan djiwa tani modern dan menambah dinamisering masjarakat tani;
2. penjelenggaraan koordinasi pada lapangan teknik (medebewind);
3. penjelenggaraan kebun buat penjelidikan buah-buahan, sajuran, obat-obatan dan tanaman pedagangan;
4. pimpinan pemberantasan hama, jang meluas lebih dari satu Kabupaten;
5. pusat propaganda pertanian.
Perikanan.
1. inspeksi ke daerah-daerah dibawahnja (medebewind);
2. penjelidikan dan pengumpulan bahan-bahan untuk memperbaiki mempertinggi deradjat perikanan darat, membantu pekerdjaan Kementerian (medebewind).

VI. Urusan kehewanan, meliputi:

1. inspeksi kedaerah-daerah dibawahnja, mengerdjakan pemberantasan dan pentjegahan penjakit menular, ketjuali karantine dan laboratorium (medebewind);
2. koordinasi pemberantasan penjakit jang tidak menular didaerah-daerah dibawahnja;
3. pengawasan terhadap veterinaire hygiene jang mengenai daging dan susu;
4. pemeriksaan tiap-tiap waktu atas chewan pengangkutan;
5. pengawasan terhadap penganiajaan chewan;
6. pengawasan pemeliharaan babi;
7. penjelenggaraan peraturan perdagangan chewan dalam negeri diluar Daerah Istimewa Jogjakarta dan koordineeren perdagangan chewan seluruh daerah Istimewa Jogjakarta;
8. penjelenggaraan fokstation, koordinasi dan pengawasan peternakan di daerah dibawahnja, pemberantasan potongan gelap.

VII.U[r]usan Keradjinan, Perdagangan Dalam Negeri, Perindustrian, dan Koperasi, meliputi bagian-bagian jang akan ditetapkan pada waktu penjerahannja.

VIII.Urusan perburuhan dan Sosial, meliputi,

Perburuhan.
1. penerimaan-penerimaan keterangan-keterangan (gegevens) tentang pengangguran dari daerah-daerah dibawahnja jang diteruskan kepada Kementerian Perburuhan dan Sosial (medebewind);
2. segala sesuatu mengenai statistik pengangguran pada waktu jang tertentu dilaporkan kepada Kementerian tersebut (medebewind);
3. urusan jang mengenai permintaan pekerdjaan baik jang langsung diterima dari madjikan maupun jang diterima dengan perantaraan daerah-daerah dibawahnja, dengan menghubungkan madjikan itu dengan penganggur-penganggur dari daerah-daerah tersebut;
4. sokongan pengangguran;
5. pekerdjaan relief.

IX. Urusan Pengumpulan Bahan Makanan dan Pembagiannja, meliputi:

1. penetapan djumlah dan djenis bahan makanan jang harus dikumpulkan ditiap-tiap Kabupaten (Kota Besar);
2. mengadakan peraturan tentang tjara pengumpulan dan pembagian didaerah;
3. menetapkan harga pembelian padi dan bahan-bahan makanan lain;
4. penetapan besarnja uang honorarium komisi untuk pengumpulan dan
5. penetapan percentage kenaikan harga pendjualan barang2 distributie untuk mengganti biaja (1 hingga 5 medebewind).

X. Urusan Penerangan, meliputi:

1. membantu Kementerian Penerangan akan lantjarnja penerangan umum;
2. menjelenggarakan penerangan local.

XI. Urusan Pendidikan, Pengajaran dan Kebudajaan, meliputi:

1. inspeksi, pengawasan-pengawasan terhadap sekolah-sekolah rendah (medebewind);
2. pendirian penjelenggaraan kursus-kursus pengetahuan umum jang bertingkat tertinggi (tingkatan C) di Kota-kota besar serta pendirian dan penjelenggaraan perpustakaan Rakjat dikota-kota tersebut;
3. memimpin dan memadjukan kesenian daerah;

XII. Urusan Kesehatan, meliputi:

1. pendidikan tentang teknik menengah/rendah;
2. pekerdjaan curatief, menjelenggarakan rumah-rumah sakit pusat dan umum, pengawasan atas rumah-rumah sakit partikelir;
3. pekerdjaan preventief; urusan transmigrasi dalam daerah Istimewa Jogjakarta;
4. memimpin, mengawasi dan mengkoordineer djawatan-djawatan kesehatan daerah dibawahnja.

XIII. Urusan Perusahaan, meliputi:

perusahaan-perusahaan jang dapat selenggarakan oleh Daerah Istimewa Jogjakarta menurut kebutuhan.


Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena merupakan dokumen pemerintahan, termasuk di antaranya hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Tidak ada hak cipta atas karya ini. (Pasal 13 UU No. 19 Tahun 2002)

Perjanjian Politik 1940

Perjanjian Politik Kesultanan Yogyakarta dengan Hindia Belanda tertanggal 18 Maret 1940 merupakan perjanjian politik terakhir yang dilakukan oleh Kesultanan Yogyakarta dengan Pemerintah Hindia Belanda dan ditempatkan dalam Staatsblad 1941, No. 47. Perjanjian ini juga "diakui" dan digunakan oleh Pemerintah Indonesia sebagai bahan pertimbangan - walau tidak tertulis - dalam menetapkan daerah Kesultanan Yogyakarta (dan juga daerah Paku Alaman) menjadi Daerah Istimewa Setingkat Provinsi pada tahun 1950. Selain itu jabatan Sultan HB IX sebagai Kepala Daerah Istimewa sampai beliau wafat di tahun 1988 juga tidak terlepas dari perjanjian ini - selain dari piagam penetapan yang dikeluarkan Presiden Ir. Soekarno pada 1945.
Naskah ini diambil dari terjemahan surat perjanjian yang terdapat dalam buku "Tahta Untuk Rakyat: celah-celah kehidupan sultan hamengku buwono ix" (Atmakusumah, 1982), dengan perubahan seperlunya. Naskah Perjanjian Politik ini aslinya dibuat dalam bahasa Belanda dan bahasa Jawa dengan huruf Jawa.

SURAT PERJANJIAN
Antara Pemerintah Hindia Belanda dan Kesultanan Yogyakarta tertanggal 18 Maret 1940

Kami yang bertanda tangan dibawah ini,
Dr. Lucien Adam, Gubernur Yogyakarta, dalam hal ini mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda
dan
Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah IX, Sultan Yogyakarta, dalam hal ini bertindak baik untuk diri sendiri maupun untuk dan atas nama Kesultanan Yogyakarta, selanjutnya disebut Kesultanan;
Menimbang bahwa, untuk mencegah keragu-raguan dan untuk memperlancar pembangunan Kesultanan, perlu ditetapkan beberapa pengaturan lebih lanjut;
Menyatakan telah mencapai kata sepakat sebagaimana kami sepakati sebagai berikut:
TENTANG KESULTANAN
Pasal 1
  1. Kesultanan merupakan bagian dari wilayah Hindia Belanda dan karenanya berada di bawah kedaulatan Baginda Ratu Belanda yang diwakili oleh Gubernur Jenderal.
  2. Kekuasaan atas Kesultanan Yogyakarta diselenggarakan oleh seorang Sultan yang diangkat oleh Gubernur Jenderal.
Pasal 2
Kesultanan merupakan sebuah badan hukum yang diwakuli oleh Sultan, oleh Pepatih Dalem (Rijkbestruurder [pejabat yang mengurus/mengelola kerajaan-red]), atau oleh yang ditunjuk olehnya.
Pasal 3
  1. Kesultanan meliputi wilayah yang batas-batasnya telah diketahui oleh kedua belah pihak yang menandatangani Surat Perjanjian ini.
  2. Kesultanan tidak meliputi daerah laut.
  3. Dalam hal timbul perselisihan tentang batas-batas wilayah, maka keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal.
Pasal 4
Yang dapat diangkat menjadi Sultan hanyalah, kecuali jika oleh Gubernur Jenderal dinilai tidak memenuhi syarat-syarat kecakapan, putra-putra laki-laki dari Yang Mulia Sultan Hamengku Buwono VIII, dengan pengertian bahwa, mengenai pengangkatan ini, para putra laki-laki dari Sultan yang terakhir berkuasa selalu mempunyai hak prioritas di atas putra-putra laki-laki Yang Mulia Sultan Hamengku Buwono VIII lainnya dan bahwa pada tingkatan yang sama, putra laki-laki dari permaisuri (garwa padmi) harus di dahulukan terhadap putra laki-laki selir (garwa ampeyan).
Pasal 5
  1. Selama, sesudah kosongnya kedudukan Sultan, belum diangkat seorang penganti dalam kedudukan ini, begitu pula dalam hal tiadanya atau berhalangannya Sultan, maka wewenangnya dengan persetujuan Gubernur Jenderal dijalankan: (a). oleh Pepatih Dalem, sejauh mengenai pemerintahan kerajaan; (b). oleh Pangeran Adipati Anom, atau jika ia berhalangan, oleh satu panitia yang ditunjuk oleh Gubernur Yogyakarta, sedapat mungkin dengan persetujuan Sultan, yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga anggota dari antara mereka yang dimaksud dalam pasal empat, sejauh mengenai kekuasaan dalam keraton.
  2. Gubernur Jenderal berwenang, sejauh dan selama dipandangnya perlu, mengatur secara lain hal-hal yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dalam hal pelaksanaan kekuasaan Sultan.
  3. Apabila perlu maka Gubernur Jenderal dapat memutuskan bahwa Sultan berhalangan untuk menjalankan wewenangnya.
Pasal 6
  1. Sultan akan dipertahankan dalam kedudukannya selama ia patuh dan tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya yang diakibatkan oleh perjanjian ini ataupun yang akan ditandatangani kemudian berikut perubahan-perubahannya ataupun penambahan-penambahannya, dan ia bertindak sebagaimana layaknya seorang Sultan.
  2. Apabila Sultan, menurut pendapat Gubernur Jenderal, tidak mampu lagi menjalankan kekuasaannya karena cacat badaniah atau rohaniah, maka Gubernur Jenderal dapat, bilamana mungkin setelah mendengar pendapat ahli-ahli kedokteran, membebaskan Sultan dari kedudukannya.

TENTANG KEDUDUKAN PANGERAN ADIPATI ANOM
Pasal 7
Seorang dari keturunan seperti yang dimaksud dalam pasal empat dapat, dengan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan dalampsal itu mengenai hak prioritas, diangkat menjadi Pangeran Adipati Anom [Putra Mahkota-red].

TENTANG PENGHASILAN SULTAN
Pasal 8
  1. Sultan berhak, sepanjang keuangan Kesultanan memungkinkan, menikmati penghasilan atas beban Perbendaharaan Kesultanan, suatu penghasilan setinggi-tingginya f 1000.000,- (satu juta gulden) setahun. Jumlah ini dapat ditambah dengan sebanyak-banyaknya f 60.000,-(enam puluh ribu gulden) bilamana ada seorang Pangeran Adipati Anom.
  2. Dari penghasilan ini, Sultan harus membiayai pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan seluruh Keraton, termasuk para pejabat kerajaan dan pegawai mereka, dan harus pula dibiayai gaji atau tunjangan kepada para kerabat serta kaum yang, berdasarkan adat sejauh mungkin masih dipertahankan dengan mengingat pengaruh dan perubahan jaman serta pertimbangan-pertimbangan Sultan, berhak atas itu.
  3. Sepanjang pengeluaran-pengeluaran untuk para pejabat kerajaan berikut pegawai mereka tidak sepenuhnya dapat ditutup oleh keuangan Sultan, maka atas anggaran Kesultanan dapat, bilamana dan sejauh dimungkinkan, sampai dengan selambat-lambatnya tahun 1960, dibebankan suatu jumlah untuk mencukupi penghasilan Sultan, jumlah mana tidak boleh melebihi sekedar seperlunya saja dan pada awalnya tidak boleh melebihi jumlah f 120.000,-(seratus dua puluh ribu gulden), di mana jumlah ini berangsur-angsur harus dikurangi sesuai dengan pengurangan berikut penghematan dalam bentuk lain atas jumlah pejabat kerajaan beserta pegawai mereka, dan setiap tahun ditetapkan dengan persetujuan Gubernur Yogyakarta berdasarkan anggaran yang terperinci mengenai kebutuhan-kebutuhan pengeluaran bagi para pejabat kerajaan serta pegawai mereka.
  4. Selain itu maka sampai dengan tahun 1954 Sultan berhak menikmati atas beban Perbendaharaan Kesultanan, suatu tunjangan pribadi sebesar, sampai tahun 1944, f 110.000,-(seratus sepuluh ribu gulden) setahun, yang dalam tahun 1945 dikurangi dengan f 60.000,-(enam puluh ribu gulden) dan selanjutnya setiap tahun dikurangi lagi dengan f 5.000,-(lima ribu gulden).
Pasal 9
  1. Dengan mengingat ketentuan yang dimaksud dalam ayat tiga pasal di muka ini, maka Sultan harus berangsur-angsur mengurangi jumlah anggota dan punggawa Keratonnya dan tidak pula mengisi jabatan-jabatan atau pelayanan-pelayanan di dalam Keraton yang tidak diperlukan lagi.
  2. Selama jumlah pangeran --- tidak termasuk diantaranya Pangeran Adipati Anom serta Pepatih Dalem bilamana berkedudukan sebagai pangeran atau diangkat sebagai pangeran --- melebihi sepuluh orang, maka untuk tiap-tiap dua orang pangeran yang meninggal atau yang diturunkan dari kedudukannya, Sultan hanya diperkenankan mengangkat satu orang pangeran baru.

TENTANG PERLENGKAPAN KEBESARAN KERAJAAN dan GEDUNG-GEDUNG KERATON SERTA BANGUNAN-BANGUNAN LAIN
Pasal 10
  1. Harta kekayaan Kesultanan meliputi antara lain: (a). perlengkapan kebesaran kerajaan (rijkssieraden); (b). gedung-gedung serta bangunan-bangunan Keraton, termasuk istana-istana peristirahatan --- kecuali istana peristirahatan di Kaliurang ---, satu dan lain berikut inventaris yang termasuk pada gedung-gedung serta istana-ostana peristirahatan itu sejauh pengunaannya mempunyai sangkut paut dengan pelaksanaan kebesaran Sultan; (c). rumah-rumah dinas yang ditempati Pepatih Dalem, Bupati Patih Kahadipaten dan Bupati Patih Kepatihan; (d). semua gedung dan bangunan lain yang bukan milik Negara atau pihak ketiga, sejauh penggunaannya adalah untuk keperluan umum.
  2. Perlengkapan kebesaran Keraton berada di bawah wewenang Sultan.
Pasal 11
Untuk keperluan perawatan dan perbaikan gedung-gedung serta bangunan-bangunan Keraton dan istana-istana peristirahatan berikut inventarisnya seperti termaksud dalam pasal 10 ayat (1) di bawah huruf b, maka setiap tahun dapat dibebankan kepada Kesultanan sejumlah tidak lebih dari f 35.000,-(tiga pulih lima ribu gulden). Perawatan dan perbaikan ini harus dilakukan di bawah pimpinan dan pengawasan Kepala Dinas Teknik Kesultanan.

TENTANG BENDERA
Pasal 12
  1. Bendera Kesultanan, Sultan dan penduduk Kesultanan adalah bendera Negeri Belanda.
  2. Pengibaran bendera Kesultanan ataupun bendera atau panji-panji lain pengenal kebesaran Sultan di samping bendera Belanda tunduk di bawah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh atau atas nama Gubernur Jenderal.

TENTANG PEPATIH DALEM
Pasal 13
  1. Dalam menjalankan kekuasaanya atas Kesultanan, maka Sultan dibantu oleh seorang Pepatih Dalem yang, setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Sultan, diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Jenderal. Pejabat tinggi ini dalam melaksanakan tugas-tugasnya bertanggung jawab baik kepada Pemerintah Hindia Belanda maupun kepada Kesultanan.
  2. Pepatih Dalem menerima gaji, atas beban Perbendaharaan Negara, yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal dan disamping itu menerima pula penghasilan-penghasilan, berdasarkan anggaran Kesultanan atas beban Perbendaharaan Kesultanan, yang menjadi haknya.
  3. Tugas-tugas, kewajiban-kewajiban serta wewenangnya, sejauh belum ternyata dari Surat Perjanjian ini, bilamana perlu diatur dengan peraturan-peraturan Sultan.

TENTANG PARA PEGAWAI
Pasal 14
  1. Sultan senantiasa akan berusaha untuk membentuk suatu korps pegawai yang cakap dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
  2. Sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan keadaan, maka Sultan akan melepas tenaga-tenaga yang kurang cakap atau kelebihan.
  3. Pengangkatan serta pemberhentian Bupati-Bupati yang bertugas dalam Kesultanan harus mendapat persetujuan lebih dulu dan penskorsan Bupati-Bupati itu harus mendapat pengesahan dari Gubernur Yogyakarta.
Pasal 15
Para pegawai Kesultanan dan para pegawai negeri wajib saling bantu-membantu dalam melaksanakan tugas-tugasnya, menurut bidangnya masing-masing.

TENTANG PEMBENTUKAN SUATU BADAN PERWAKILAN
Pasal 16
Pembentukan suatu badan perwakilan, begitu pula pengaturan sususnan serta wewenangnya, harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari Gubernur Jenderal.

TENTANG KEKUASAAN SULTAN
A-KETENTUAN UMUM
Pasal 17
  1. Hak untuk memerintah sendiri bagi Kesultanan meliputi wewenang untuk menyelenggarakan kekuasaan atas orang-orang, yang oleh Negara dinamakan penduduk negeri, dengan pengertian bahwa, kecuali jika Gubernur Jenderal menentukan lain, kekuasaan ini mencakup hal-hal yang wewenang pengaturannya di daerah Pulau Jawa dan Madura yang berada di bawah pemerintahan langsung, diserahkan kepada pejabat-pejabat yang lebih rendah.
  2. Di luar itu maka hak memerintah sendiri atas Kesultanan tunduk pada pembatasan-pembatasn yang diatur atau akan ditetapkan dalam atau berdasarkan Surat Perjanjian ini.
  3. Kekuasaan Sultan tidak meliputi daerah di luar batas-batas Kesultanan.
Pasal 18
Sultan secara langsung dan pribadi akan turut serta dalam menjalankan pemerintahan atas Kesultanan dan untuk itu akan secara teratur melakukan perundingan-perundingan dengan Gubernur Yogyakarta.
Pasal 19
  1. Sultan berhak mewakili kepentingan-kepentingan Kesultanan dan penduduknya di depan Gubernur Jenderal.
  2. Setiap kali Sultan akan mempergunakan haknya sebagai mana dimaksud dalam ayat kesatu, maka hal itu akan diberitahukannya kepada Gubernur dengan menyerahkan salinan surat-surat yang telah dikirimkannya atau dengan memberitahukan tentang apa yang hendak dikemukakannya secara lisan.
Pasal 20
  1. Segala Perjanjian yang diadakan oleh Pemerintahan Tertinggi dengan negara-negara asing dan yang berlaku bagi Hindia Belanda, juga mengikat Kesultanan.
  2. Hak untuk memerintah sendiri tidak mencakup hal-hal yang telah atau akan diatur dalam perjanjian-perjanjian seperti yang dimaksud dalam ayat (1), dan tidak pula mencakup wewenang untuk menetapkan peraturan-peraturan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang ditimbulkan oleh hak-hak asasi rakyat.
  3. Ketentuan dalam ayat (2) pasal ini tidak berlaku apabila dan sejauh hal-hal serta pokok-pokok yang ditetapkan Gubernur Jenderal dan yang termasuk ayat ini, seluruhnya atau sebagian diserahkan pengaturannya kepada Sultan.
Pasal 21
  1. Hak untuk memerintah sendiri tidak meliputi hal-hal yang selam aini berdasarkan Perjanjian ini, kebiasaan ataupun ketentuan Pemerintahan Tertinggi, diatur oleh Negara --- kecuali jika Perjanjian ini menyatakan sebaliknya --- dan tidak pula meliputi apa yang disebutkan pada lampiran Perjanjian ini.
  2. Apa yang ditentukan dalam ayat di muka tidak berlaku sejauh menyangkut hal-hal yang pengaturannya diserahkan oleh Gubernur Jenderal kepada Sultan.
  3. Berdasarkan kekuasaan tertinggi dari Sri Baginda Ratu Belanda maka kepentingan-kepentingan yang diakui sebagai termasuk dalam hak memerintah tertinggi tetapi yang menurut pertimbangan Gubernur Jenderal tidak atau tidak lagi layak diatur oleh daerah, dapat diatur oleh Negara. Dalam hal itu maka dapat ditetapkan peraturan-peraturan, dan untuk itu maka apa yang disebut dalam lampiran yang dimaksud dalam ayat (1) dapat ditambah oleh GUbernur Jenderal, namun satu dan lain tidak sebelum dirundingkan dengan Sultan.
  4. Apabila karena keadaan mendesak yang menghendaki penyelesaian yang cepat atau segera, hasil-hasil dari perundingan yang dimasud dalam ayat (3) tidak dapat ditunggu, ataupun perundingan itu tidak dapat dilakukan, maka Gubernur Jenderal berwenang mengambil langkah-langkah yang diperlukan serta menetapkan peraturan-peraturan untuk itu. Hasil-hasilnya kemudian diberitahukan kepada Sultan.
Pasal 22
  1. Sultan atau pejabat yang ditunjuknya bertanggung jawab atas dilaksanakannya ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Negara dan yang mengikat Kesultanan, sampai batas seperti yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan itu.
  2. Apabila apa yang ditetapkan dalam ayat (1) tidak dilaksanakan atau tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka Gubernur Yogyakarta dapat meminta agar Sultan mengambil tindakan-tindakan seperlunya.
  3. Apabila ketentuan-ketentuan yang dimaksud ayat (1) tetap tidak dilaksanakan, maka setelah mendapat kuasa dari Gubernur Jenderal atau, dalam keadaan mendesak, setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal, Gubernur dapat melaksanakannya atas beban Kesultanan.
Pasal 23
  1. Sultan dapat bersama-sama dengan Swapraja-Swapraja di daerah-daerah Yogyakarta dan Surakarta serta dengan masyarakat-masyarakat otonom di daerah yang berbatasan, menyelenggarakan hal-hal, kepentingan-kepentingan, lembaga-lembaga, atau pekerjaan-pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
  2. Pengaturan-pengaturannya dengan daerah-daerah Swapraja itu, demikian pula perubahan-perubahan atau pembatalannya, harus mendapat persetujuan Gubernur Yogyakarta, dan jika menyangkut pula Swapraja-Swapraja di daerah Solo, juga dari Gubernur Surakarta.
  3. Pengaturan-pengaturan dengan daerah-daerah otonom lain seperti dimaksud dalam ayat (1), begitu pula dengan perubahan-perubahan atau pembatalannya, memerlukan persetujuan Gubernur Jenderal.
  4. Apabila tidak dicapai kata sepakat mengenai perubahan atau pembatalan suatu pengaturan seperti dimaksud dalam ayat (1), maka keputusannya berada di tangan Gubernur Jenderal.

B-KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS
I---Perundang-undangan
Pasal 24
  1. Sultan menetapkan peraturan-peraturan yang dianggapnya perlu demi kepentingan Kesultanan, atau yang diperlukan demi pelaksanaan peraturan-peraturan umum, sejauh dalam pelaksanaannya itu diperlukan kerja sama dari pihak Sultan.
  2. Untuk melaksanakan peraturan-peraturan, kepada para pegawai negeri di daerah Yogyakarta dapat diberikan wewenang atau kewajiban tertentu.
  3. Kecuali apa yang ditetapkan dalam ayat keenam pasal ini dalam hubungannya dengan pasal 17, peraturan-peraturan itu tidak boleh berisi ketentuan-ketentuan mengenai pokok-pokok yang sudah ada ketentuannya berdasarkan peraturan-peraturan umum dan berlaku bagi golongan(-golongan) masyarakat di daerah Kesultanan yang akan terkena oleh peraturan itu, kecuali jika peraturan umum memberikan kebebasan untuk itu.
  4. Peraturan itu tidak menyangkut pengaturan perairan-perairan keperluan rumah tangga yang terletak di dalam daerah Kesultanan. Jika memang menyangkut hal-hal itu, maka peraturan itu bersifat mengikat sampai ditarik kembali, ditunda atau dibatalkan.
  5. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan Sultan secara hukum tidak akan berlaku lagi apabila ketentuan-ketentuan itu sudah diatur oleh Negara berdasarkan Perjanjian ini.
  6. Apabila oleh Sultan diadakan peraturan-peraturan mengenai sesuatu hal berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang diberikan kepadanya, maka semua peraturan yang telah ada karena atau berdasarkan peraturan umum ataupun peraturan atau ketentuan pihak kepolisian mengenai hal yang sama menjadi batal.
  7. Kecuali jika ditentuakan lain dalam peraturan umum, maka pelanggaran terhadap apa yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang semata-mata atau juga berlaku bagi penduduk negeri, tidak dapat dikenakan hukuman yang lain atau yang lebih berat daripada hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya seratus gulden dengan atau tanpa penyitaan barang-barang tertentu.
  8. Dalam hal, pada waktu melakukan pelanggaran, belum lewat satu tahu sejak suatu hukuman terdahulu atas terhukum karena pelanggaran yang sama, mendapat kepastian hukum, maka di muka pasal ini dapat dinaikkan menjadi dua kali lipat dari hukuman setinggi-tingginya yang ditetapkan di situ.
  9. Tindakan-tindakan yang, dengan memperhatikan kedua ayat di muka dalam pasal ini, dinyatakan sebagai tindakan-tindakan yang dapat dihukum, dianggap sebagai tindakan pidana.
Pasal 25
  1. Peraturan-peraturan yang ditetapkan Sultan memerlukan persetujuan Gubernur Yogyakarta sebelum dianyatakan berlaku.
  2. Peraturan-peraturan itu tidak bersifat mengikat sebelum diumumkan sebagaimana mestinya dalam Lembaran Kerajaan (Rijksblad).
  3. Tentang persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), akan disebutkan pula dalam Lembaran Kerajaan yang bersangkutan.
  4. Jika peraturan itu ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 23 oleh Sultan bersama-sama dengan satu atau lebih Swapraja di daerah-daerah Yogyakarta serta Surakarta ataupun dengan satu masyrakat otonom, maka tentang penetapan ini berikut persetujuan dari semua pihak berwenang yang diperlukan persetujuannya dalam perjanjian-perjanjian semacam itu, disebutkan pula pada Lembaran Kerajaan yang bersangkutan.
Pasal 26
  1. Apabila Sultan lalai mengatur apa yang bedasarkan Perjanjian ini wajib diaturnya, maka Gubernur Yogyakarta dapat meminta kepadanya untuk menetapkan peraturan sedemikian itu.
  2. Jika Sultan masih tetap lalai, maka Gubernur dapat diberi wewenang oleh Gubernur Jenderal untukmenetapkan sendiri peraturan yang dimaksud.
  3. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan atas dasar ini mempunyai kekuatan yang sama seperti peraturan dari Sultan dan akan diumumkan dengan cara yang sama pula.
II---Peradilan
Pasal 27
Hak Swapraja tidak mencakup hak pembebasan atau peringanan atas hukuman-hukuman yang dikenakan berdasarkan keputusan pengadilan atau hakim Kesultanan, dan tidak pula meliputi hak untuk memberikan amnesti atau abolisi kepada orang-orang yang tunduk di bawah kekuasaan Sultan.
Pasal 28
Tuntutan-tuntutan hukum yang bersifat perdata, dalam bentuk apapun, dalam instansi pertama harus diketahui oleh Dewan Peradilan (Raad van Justitie).
Pasal 29
  1. Tanpa mengurangi apa yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan umum dari pihak lain, maka bagi penduduk Kesultanan berlaku: (A). dalam perkara-perkara perdata: (1). hukum adat serta peraturan-peraturan dari Sultan, satu dan lain sejauh tidak menyangkut hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan umum yang berlaku; (2). peraturan-peraturan umum yang membuat ketentuan-ketentuan tentang hukum perdata, sejauh ini berlaku bagi penduduk pribumi di tanah-tanah Pemerintah di Jawa, kecuali apabila dalam ketentuan-ketentuan itu terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaannya atau yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal bahwa peraturan-peraturan umum semacam itu tidak berlaku seluruhnya ataupun sebagian; (B). dalam perkara-perkara pidana: (1). peraturan-peraturan umum yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hukum pidana, sejauh oleh Gubernur Jenderal tidak ditetapkan lain; (2). peraturan-peraturan Sultan, sejauh tidak menyangkut hal-hal yang ditetapkan dalam pearturan-peraturan umum.
  2. Tindakan-tindakan yang berdasarkan peraturan-peraturan Sultan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub B.2 dapat dikenakan hukum, dianggap sebagai pelanggaran, kecuali dalam peraturan-peraturan yang dimaksud dengan tegas dinyatakan bahwa tindakan itu dianggap sebagai suatu tindakan pidana.
  3. Bagi penduduk Kesultanan yang tunduk di bawah kekuasaan hukum hakim-hakim Dewan Peradilan, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai kehendak sendiri untuk tunduk di bawah hukum perdata Eropa menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 1917 No. 12.
Pasal 30
  1. Keputusan-keputusan Dewan-dewan atau hakim-hakim Peradilan Kesultanan tidak dapat dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan Gubernur.
  2. Keputusan-keputusan yang tunduk di bawah pertimbangan Gubernur itu dapat disahkannya, diubahnya atau dibatalkannya, jika perlu disertai dengan perintah pemeriksaan ulang oleh Dewan atau hakim Peradilan Kesultanan yang sama atau yang lain atau oleh suatu Dewan Peradilan Kesultanan dengan anggota-anggota yang lain atau yang lebih banyak daripada yang menjatuhkan keputusan pertama tadi.
  3. Wewenang Gubernur menurut ayat (2) pasal ini hanyalah menyangkut keputusan-keputusan pengadilan yang keputusan bandingnya oleh suatu Dewan Peradilan Kesultanan tidak atau tidak lagi dimungkinkan.
  4. Gubernur dapat menetapkan peraturan-peraturan lain mengenai pelaksanaan tugas-tugas pengawasannya.
Pasal 31
Panggilan-panggilan, perintah-perintah serta keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan-dewan Peradilan Kesultanan, di luar daerah Kesultanan dilaksanakan sebagaimana halnya panggilan-panggilan, perintah-perintah serta keputusan-keputusan seperti itu dari hakim harian Pengadilan Pribumi di tempat di mana pelaksanaannya harus dilakukan.
III---Kepolisian
Pasal 32
  1. Dengan persetujuan Gubernur Yogyakarta maka Sultan menyelanggarakan keamanan dan ketertiban umum di daerah Kesultanan, yang pelaksanaannya dilakukan melalui pihak kepolisian oleh Pepatih Dalem atas namanya.
  2. Sultan bersedia tunduk pada semua peraturan, juga yang menyangkut pencabutan wewenang, yang dianggap perlu oleh Gubernur Jenderal demi mempertahankan kesatuan organisasi, dalam pimpinan serta cara pelaksanaan kepolisian, sejauh kesatuan ini menurut pendapatnya dituntut oleh keadaan.
  3. Negara dapat mengizinkan, dengan penggantian biaya-biaya, dipekerjakannya badan-badan kepolisisan sendiri di dalam daerah Kesultanan.
IV---Perpajakan
Pasal 33
  1. Hak Swapraja tidak meliputi hak-hak penarikan cukai serta hak-hak pemasukan, pengeluaran serta transito barang-barang, maupun hak untuk mengadakan hak sewa serta hak monopoli.
  2. Tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat dimuka serta ayat pertama pasal 17, maka peraturan-peraturan mengenai penarikan pajak-pajak baru ataupun mengenai kenaikan atau penurunan pajak-pajak yang sudah ada, memerlukan persetujuan Gubernur Jenderal. Dalam peraturan-peraturan tentang penarikan pajak-pajak baru itu termasuk pula peraturan-peraturan mengenai penarikan pajak-pajak yang sekarang ditarik oleh Negara. Upah pengujian serat uang pengukuran tanah tidaktermasuk pajak.
  3. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat di mukadianggap diberikan apabila dalam jangka waktu enam bulan sesudah peraturan yang bersangkutan dikirimkan oleh Gubernur Yogyakarta kepada Gubernur Jenderal untuk mendapat persetujuannya, belum diperoleh jawabannya. Gubernur Jenderal dapat, dengan mengemukakan alasan-alasannya, memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu itu dalam waktu kurang dari enam bulan tersebut.
  4. Peraturan-peraturan sebagaimana termaksud dalam ayat (2) tidak dapat diumumkan sebelum memperoleh persetujuan atau sebelum jangka waktu yang disebut dalam ayat (3), yang jika perlu dapat diperpanjang, berlalu.
  5. Tentang persetujuan yang diberikan itu atau tentang telah berlalunya jangka waktu yang disebut dalam ayat (3), yang jika perlu dapat diperpanjang, disebutkan pula dalam peraturan-peraturan yang bersangkutan.
Pasal 34
  1. Sejauh berdasarkan ayat pertama pasal 17 ataupun pasal di muka hak penarikan pajak tidak berada di tangan Kesultanan atau kepada Kesultanan tidak diberikan izin untuk menarik pajak-pajak baru, maka hak-hak untuk itu berada pada Negara.
  2. Dalam hal wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) juga dipergunakan terhadap masyarakat pribumi bukan penduduk negeri, maka --- sejauh tidak menyangkut kepentingan-kepentingan seperti termaksud dalam ayat pertama pasal di muka --- diperlukan pembicaraan terlebih dulu dengan Sultan. Dalam hal itu maka dipertimbangkan pula apakah ada alasan, dan jika memang demikian, untuk keperluan apa, menyisihkan sebagian penghasilan kepada Kesultanan.
  3. Apa yang ditetapkan dalam ayat (2) berlaku pula dalam hal kenaikan atau penurunan pajak-pajak sebagaimana dimaksud di situ serta dalam hal perubahan-perubahan atau penambahan-penambahan dalam bentuk lain, yang mempengaruhi berat beban pajak, kecuali apabila hak untuk mengadakannya tanpa perlu berunding dengan Sultan telah berada pada Negara.
Pasal 35
Atas keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak Kesultanan terhadap keberatan-keberatan penarikan pajak, dapat dimintakan keputusan banding pada Dewan Banding untuk urusan perpajakan di Batavia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Negara mengenai hal itu.
Pasal 36
Penagihan pajak-pajak yang ditarik Kesultanan melalui surat-surat paksa, sejauh menyangkut orang-orang yang tidak tunduk pada kekuasaan hukum Sultan sebagaimana dimaksdu dalam Lembaran Negara (Staatsblad) 1903 No. 8, diatur oleh Negara.
V---Pengajaran
Pasal 37
  1. Sultan wajib senantiasa berusaha untuk memajukan pendidikanrendah pribumi di daerahnya. Untuk itu Sultan harus berpedoman pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Negara.
  2. Pokok-pokok yang dianut Negara dalam hal kebijakan pendidikan umum di daerah yang diperintah langsung harus pula diikuti oleh Sultan di daerahnya.
  3. Negara turut mengawasi pelaksanaan pengajaran di daerah Kesultanan. Biaya-biaya untuk pengawasan ini dipikul oleh Kesultanan menurut perimbangan.
VI---Perawatan Kesehatan
Pasal 38
  1. Sultan wajib senantiasa berusaha untuk mencapai keadaan serta lingkungan yang sehat dan bersih di daerahnya.
  2. Wewenang untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atau pemberantasan penyakit-penyakit pada manusia, hewan atau tanaman, sejauh bersifat menular, wabah atau epizootic, berada pada Negara, kecuali apabila Gubernur Jenderal menyerahkan pengaturannya kepada Sultan.
  3. Peraturan-peraturan Negara yang lain di bidang perawatan kesehatan bagi manusia, hewan atau tanaman, hanya berlaku sejauh hal itu ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
VII---Penggunaan Tanah
Pasal 39
  1. Pemberian hak-hak atas tanah oleh pihak Kesultanan kepada orang-orang yang tidak tergolong masyarakat pribumi Hindia Belanda berikut penyelenggaraan hak-hak itu, hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Negara untuk itu.
  2. Tanah-tanah yang terdaftar dalam Daftar Umum dan yang mempunyai sangkut paut dengan Hukum Dagang sebagaimana diterangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Hindia Belanda, tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Negara, siapapun pemiliknya.
Pasal 40
  1. Apabila Negara membutuhkan tanah untuk satu atau lain keperluan, maka tanah itu wajib disediakan oleh Kesultanan bagi Negara tanpa biaya kecuali ganti rugi yang layak kepada yang berhak.
  2. Bilamana tanah-tanah yang dimaksud dalam ayat di muka tidak lagi diperlukan oleh Negara, maka tanah-tanah itu segera dikembalikan lagi kepada pihak Kesultanan.
Pasal 41
  1. Izin-izin serta konsesi-konsesi, yang penggunaannya memerlukan tersedianya tanah atau air di daerah Kesultanan, tidak akan diberikan oleh Negara sebelum mendengar pendapat Sultan mengenai itu.
  2. Tanah serata air yang diperlukan itu disediakan oleh pihak Kesultanan dengan mengikuti pokok-pokok yang sama seperti yang dilakukan oleh Negara di daerah-daerah yang diperintah langsung.
  3. Ketentuan dalam ayat di muka juga berlaku untuk pemasangan dan pemilikan pipa-pipa atau salurn-saluran di atas atau di bawah tanah milik Kesultanan.
VIII---Perkebunan Besar
Pasal 42
  1. Penyelenggraan dan pelaksanaan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (apa yang dinamakan perkebunan besar) diatur oleh Negara setelah dirundingkan dengan Sultan.
  2. Dalam keadaan mendesaj yang segera memerlukan penyelesaian, dan karenanya hasil-hasil dari perundingan yang dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dinantikan, maka Negara berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan sambil menunggu hasil-hasil perundingan. Alasan-alasannya akan diberitahukan kepada Sultan.
IX---Pertambangan
Pasal 43
  1. Hak Swapraja tidak mencakup hak untuk mencari (termasuk menyediakan wilayah-wilayah) dan penggalian bahan-bahan tambang yang disebutkan dalam pasal 1 Undang-undang Pertambangan Hindia, pemberian izin untuk itu, dan penetapan peraturan-peraturan untuk itu. Peraturan-peraturan Negara mengenai hal itu berlaku pula bagi daerah Kesultanan.
  2. Dalam pencarian serta penggalian yang dilakukan oleh Negara, baik sendiri maupun dengan mengadakan perjanjian untuk itu ataupun dalam bentuk suatu perusahaan campuran, maka untuk setiap peristiwa oleh Gubernur Jenderal diatur, setelah merundingkannya dengan Sultan, berapa banyak dari keuntungan yang diterima Negara akan diserahkan kepada pihak Kesultanan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan Kesultanan.
  3. Tentang pemberian izin serta konsesi untuk melakukan pencarian dan penggalian, untuk setiap peristiwa tersendiri harus dilakukan perundingan dengan Sultan. Setengah dari keuntungan-keuntungan yang diperoleh sebagai akibatnya akan diserahkan kepada pihak Kesultanan.
X---Kehutanan
Pasal 44
  1. Pasal 6 dari Perjanjian yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 1812 antara Pemerintah Inggris dengan Sultan Hamengku Buwono III, begitu pula Perjanjian tertanggal 27 Juni 1904 sebagaimana diubah berdasarkan surat-surat keterangan Sultan tertanggal 25 Rabingulawal Be 1848 atau 9 Januari 1918 serta 21 Rabingulakir Wawu 1857 atau 29 Oktober 1926, dengan ini ditarik kembali.
  2. Daerah-daerah hutan yang berada atau akan diadakan di atas tanah-tanah milik daerah Kesultanan yang tidak mungkin akan dikuasai oleh pihak ketiga --- kecuali apabila dalam hal-hal khusus dicapai kesepakatan lain --- adalah milik bersama Negara dan Kesultanan, masing-masing untuk bagian yang sama, terkecuali hutan di tempat pemakaman Karangasem yang berikut hutan yang sekarang ataupun yang akan datang seluruhnya berada di tangan pihak Kesultanan tetapi yang tetap disediakan bagi Sultan sebagai “wilayah mahkota”.
  3. Pengelolaan dalam pengertian umum atas hutan-hutan yang termasuk pada hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan oleh Dinas Kehutanan Negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan Negara setelah berunding dengan Sultan.
  4. Separuh dari saldo laba yang dalam sesuatu tahun eksploitasi diperoleh sebagai hasil eksploitasi hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3), setiap tahun akan dibayarkan kepada pihak Kesultanan, akan tetapi dengan pengertian bahwa saldo rugi yang mungkin terjadi untuk setengahnya akan diperhitungkan dengan bagian keuntungan pihak Kesultanan dalam tahun berikutnya atau, apabila dalam tahun itu tidak diperoleh kelebihan dana yang mencukupi, pada sekian tahun seperti yang dalam kenyataan akan diperlukan.
  5. Pihak Kesultanan berhak memeriksa pada Dinas Kehutanan semua rencana usaha serta program kerja, saran-saran dari Komisi Kehutanan yang dibentuk Pemerintah demi kepentingan yang diperolehnya suatu keadaan hidrologi yang baik di Jawa, dan anggaran-anggaran tahunan serta rencana-rencana kerja tahunan, yang menyangkut hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3).
  6. Petugas-petugas polisi kehutanan untuk hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3) akan --- dengan memperhatikan formasi kekuatan yang ditentukan dalam rencana kerja --- diangkat dan diberhentikan oleh atau atas nama Sultan, berdasarkan usul dari Inspektur Kehutanan yang daerah inspeksinya meliputi hutan-hutan dimaksud. Dalam melaksanakan tugas-tugas mereka, maka petugas-petugas ini disamakan dengan petugas-petugas polisi kehutanan Negara.
  7. Pengelolaan hutan yang berada di tempat pemakaman Karangasem yang disediakan sebagai wilayah mahkota bagi Sultan dapat, bilamana Sultan menghendaki, dilakukan bersama dengan Dinas Kehutanan Negara demi kepentingan dan atas beban Sultan.

TENTANG KEUANGAN KESULTANAN
Pasal 45
  1. Selain apa yang ditetapkan dalam ayat (1) pasal 44, maka ganti rugi yang menjadi beban Negara berdasarkan perjanjian-perjanian dengan para pendahulu Sultan, sampai berjumlah f 489.401,36 (empat ratus delapan puluh Sembilan ribu empat ratus satu gulden dan tiga puluh enam sen) setahun, akan dibayarkan kepada pihak Kesultanan dan disetor ke Perbendaharaan Kesultanan.
  2. Dengan jumlah yang disebutkan dalam ayat (1) diperhitungkan apa yang oleh pihak Kesultanan terutang kepda Negara dari mana pun asalnya, sejauh dapat ditagih pada hari pembayaran.
Pasal 46
Sultan akan memberikan kerja sama sepenuhnya untuk meninjau kembali hubungan keuangan antara pihak Negara dan pihak Kesultanan, apabila Gubernur Jenderal berpendapat bahwa waktu itu telah tiba.
Pasal 47
  1. Tata cara pengelolaan dan pertanggung jawaban atas keuangan Kesultanan ditetapkan oleh Sultan melalui peraturan.
  2. Peraturan-peraturan itu antara lain akan berisi bahwa naggaran-anggaran serta perhitungan-perhitungan anggaran tahunan Kesultanan ditetapkan oleh Sultan melalui peraturan.
Pasal 48
Pihak Kesultanan tidak dapat melakukan atau menjamin pinjaman uang atas bebannya tanpa mendapat kuasa terlebih dulu dari Gubernur Jenderal.

TENTANG UPACARA-UPACARA
Pasal 49
  1. Upacara-upacara pada peristiwa-peristiwa kebesaran atau lainnya, diatur bersama oleh Sultan dan Gubernur Yogyakarta, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal
  2. Dalam hal timbul perselisihan paham, maka keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal.

TENTANG PENGAWASAN YANG DILAKUKAN OLEH NEGARA
Pasal 50
  1. Peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan Sultan serta Pepatih Dalem, sejauh bertentangan dengan kepentingan umum, dengan suatu peraturan umum --- sejauh berlaku di daerah Kesultanan --- atau dengan perjanjian ataupun dengan keterangan yang dikeluarkan Sultan, dapat ditunda pelaksanaannya oleh Gubernur Yogyakarta untuk seluruhnya atau sebagian dan dapat dibatalkan seluruhnya atau sebagian oleh Gubernur Jenderal. Akan tetapi hal itu tidak akan dilakukan sebelum Sultan atau Pepatih Dalem oleh Gubernur Yogyakarta secara tertulis dipersilakan untuk menarik kembali peraturan atau keputusan yang bersangkutan ataupun untuk mengadakan perubahan-perubahan seperlunya, dan hal itu dipenuhi dalam batas-batas waktu yang layak.
  2. Surat-surat keputusan yang menunda atau membatalkan pelaksanaan sesuatu peraturan atau keputusan untuk seluruhnya atau sebagian, harus mencantumkan alasan-alasannya dan diumumkan dalam Lembaran Kerajaan Yogyakarta sejauh menyangkut penundaan atau pembatalan pelaksanaan keputusan-keputusan, tetapi hanya apabila keputusan-keputusan yang bersangkutan sudah diumumkan dalam Lembaran Kerajaan.
Pasal 51
  1. Penundaan pelaksanaan secara langsung akan menghentikan pelaksanaan ketentuan-ketentuan serta keputusan-keputusan yang terkena penundaan itu. Dalam hal suatu penundaan, yang tidak boleh berlangsung selama lebih dari satu tahun, maka dalam surat keputusannya dicantumkan lamanya penundaan itu.
  2. Apabila surat pembatalan ketentuan atau keputusan tidak dikeluarkan dalam batas waktu yang ditetapkan bagi penundaanya, maka ketentuan-ketentuan atau keputusan-keputusan itu dianggap berlaku. Ini diumumkan dalam Lembaran Kerajaan Yogyakarta, sejauh menyangkut surat-surat keputusan, tetapi hanya apabila penundaan pelaksanaanya telah diumumkan dalam Lembaran Kerajaan tersebut.
  3. Ketentuan-ketentuan atau keputusan-keputusan yang pernah tertunda pelaksanaanya, tidak dapat lagi ditunda pelaksanaannya.
Pasal 52
  1. Pembatalan karena bertentangan dengan peraturan umum atau dengan ketentuan-ketentuan sesuatu perjanjian atau pernyataan membawa akibat dibatalkannya pula segala akibat dari ketentuan-ketentuan atau keputusan-keputusan yang dibatalkan itu, sejauh masih dapat dibatalkan.
  2. Pada pembatalan karena bertentangan dengan kepentingan umum, maka akibat-akibat yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum itu dapat tetap dipertahankan.
Pasal 53
Sultan dapat naik banding kepada Gubernur Jenderal terhadap penolakan untuk memberikan persetujuan atas sesuatu peraturan.
Pasal 54
  1. Sultan akan memberikan dan menyuruh memberikan semua keterangan serta informasi yang oleh Gubernur Yogyakarta dipandang perlu demi melakuakn pengawasan atas pelaksanaan pemerintahan di daerah wilayah Kesultanan.
  2. Surat-menyurat resmi dengan pejabat-pejabat Negara di luar daerah Swapraja selalu harus dengan segera dikirim salinannya kepada Gubernur, dan kepadanya diberitahukan pula tentang apa yang oleh Sultan secara lisan akan dibicarakan atau disuruh membicarakan dengan pejabat-pejabat Negara tersebut, berikut hasil-hasul pembicaraan itu.
  3. Gubernur dan pejabat-pejabat yang dikirimnya berwenang untuk melakukan sendiri pemeriksaan-pemeriksaan dan berhak memasuki serta memeriksa semua kantor, arsip ataupun administrasi di Kesultabab, asal tentang hal itu diberitahukan sebelumnya kepada Pepatih Dalem.

KETENTUAN-KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
  1. Semua peraturan serta keputusan Sultan dan Pepatih Dalem mengenai hal-hal atau pokok-pokok yang ada pada saat ditanda tangani Surat Perjanjian ini dan yang berdasarkan Surat Perjanjian ini hak pengaturannya jatuh ke tangan Negara, tetap berlaku --- sejauh tidak ditentukan sebaliknya --- sampai dinyatakan tidak berlaku lagi, yang juga dapat dilakukan dengan keputusan Gubernur Jenderal.
  2. Gubernur Jenderal tidak akan melakukan hal ini sebelum Sultan atau Pepatih Dalem oleh Gubernur Yogyakarta secara tertulis diminta untuk mencabut peraturan atau keputusan yang bersangkutan dan hal itu telah pula dilaksanakan dalam batas waktu yang layak.
  3. Keputusan Gubernur Jenderal ditempatkan dalam Lembaran Kerajaan Yogyakarta bilamana peraturan atau keputusan dimaksud sebelumnya diumumkan dalam Lembaran Kerajaan tersebut.
  4. Peraturan umum dan peraturan-peraturan Pemerintah ataupun pemeriksaan oleh polisi mengenai hal-hal atau pokok-pokok yang berdasarkan Perjanjian ini termasuk wewenang Sultan, tetap akan berlaku sampai dicabut oleh Negara ataupun berdasar pasal 24 diganti dengan peraturan-peraturan Kesultanan.

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56
Perjanjian-perjanian yang diadakan antara para pendahulu Sultan dan Pemerintah Hindia Belanda, ketentuan-ketentuan yang diambil dengan mereka serta keterangan-keterangan yang mereka nyatakan terhadap Pemerintah Hindia Belanda, sejauh sampai wafatnya Sultan yang sebelumnya (para Sultan terdahulu-red) masih berlaku, akan tetap berlaku dan mengikat bagi Kesultanan, sejauh tidak menyimpang dari itu karena atau berdasarkan Perjanjian ini.
Pasal 57
Dalam Surat Perjanjian ini, yang dimaksud dengan Gubernur Yogyakarta adalah juga pejabat tinggi lain yang dengan nama jabatan yang lain mewakili pula Gubernur Jenderal terhadap Kesultanan.
Pasal 58
Dengan peraturan-peraturan Sultan dimaksud pula peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pepatih Dalem setelah mendapat kuasa untuk itu, demikian juga peraturan-peraturan sedemikian yang ditetapkan sesudah dirundingkan dengan atau mendapat persetujuan dari suatu badan perwakilan.
Pasal 59
  1. Dalam hal timbul perselisihan pendapat antara naskah dalam Bahasa Belanda tentang Perjanjian ini dan terjemahannya [terjemahan resmi-red] dalam Bahasa Jawa, maka yang bersifat mengikat adalah naskah dalam Bahasa Belanda.
  2. Dalam hal timbul perselisihan paham mengenai penjelasan-penjelasn ketentuan-ketentuan dalam perjanjian atau pernyataan yang ini maupun yang terdahulu, maka keputusan berada di tangan Gubernur Jenderal.

Demikianlah dibuat di Yogyakarta oleh saya, Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah IX, disumpah di atas Kitab Suci Al Quran, pada hari ini, Senin tanggal delapan belas Maret seribu Sembilan ratus empat puluh [18 Maret 1940-red] atau tanggal delapan Sapar tahun Dal seribu delapan ratus tujuh puluh satu [8 Sapar Dal 1871-red].

Sultan Yogyakarta,
-tanda tangan-
-cap kerajaan-
(Hamengku Buwono IX)

Gubernur Yogyakarta,
-tanda tangan-
-cap gubernur-
(L. Adam)

Ditandatangani di depan saya
Pangeran Hario Hadipati Danurejo,
Pepatih Dalem Yogyakarta,
-tanda tangan dengan huruf Jawa-
(Danurejo)

Turut ditandatangani sebagai saksi oleh saya,
Mr. Ch. W. A. Abbenhuis,
Asisten Residen/Kepala Daerah Yogyakarta
-tanda tangan-
(Ch. W. A. Abbenhuis)


Perjanjian ini disetujui dan ditandatangani pada: 19 April 1940 [tanggal ini ditulis dengan tulisan tangan].
Gubernur Jenderal Hindia Belanda
-tanda tangan Tjarda van Starkenborgh-

Sekretaris Umum,
-tanda tangan-
(J. M. Kiveron)

Daftar dari apa yang dimaksud dalam pasal 21 ayat (1)
  1. Pertahanan negeri berikut segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan itu.
  2. Senjata api, peluru-peluru, kembang api serta bahan-bahan peledak (lainnya).
  3. Kewargaan Negara Belanda.
  4. Penganugerahan tanda-tanda jasa serta penerimaan tanda-tanda jasa, gelar-gelar, pangkat-pangkat atau tanda-tanda kebesaran lain dari negara-negara asing.
  5. Urusan Keuangan, perbankan dan perkreditan.
  6. Tindakan-tindakan di bidang ekonomi demi kepentingan umum Hindia Belanda, termasuk antara lain peraturan-peraturan di bidang impor dan ekspor serta pembuatan barang-barang dagang.
  7. Penolakan untuk berdiam di Hindia Belanda atau bagiannya serta penujukan tempat tinggal di Hindia Belanda demi kepentingan kemanan dan ketertiban umum.
  8. Pengawasan atas media percetakan.
  9. Perundang-undangan perburuhan, termasuk pengawasan keselamatan kerja.
  10. Penimbunan, pemilikan, pengangkutan dan sebagainya ats minyak bumi dan zat-zat cair sejenis yang mudah terbakar.
  11. Urusan pelelangan.
  12. Urusan tera.
  13. Lalu lintas di darat, laut dan udara (termasuk lalu lintas dengan kabel).
  14. Urusan pos, telepon dan telegrap, termsuk radio-telegrafi serta radio-telepon.
  15. Urusan-urusan pengairan dan tenaga listrik.
  16. Penggalian-penggalian sumur-sumur air melebihi lima belas meter.
  17. Urusan-urusan undian serta pinjaman berhadiah.
  18. Sensor film.
  19. Publikasi berita radio.
  20. Pokok-pokok yang bertalian dengan perang, bahaya perang atau keadaan darurat lainnya, menurut pertimbangan Gubernur jenderal.
  21. Pertahanan udara
  22. Pokok-pokok yang termasuk urusan Dinas Pelayaran Pemerintah, seperti antara lain urusan-urusan pelabuhan dan pelayaran, surat-surat kapal dan izin-izin berlayar, urusan-urusan pelabuhan dan pemanduan, perambuan dan penerangan pantai.

Judul perjanjian asli dalam bahasa Belanda
OVEREENKOMST
tusschen het Gouverment van Nederlandsch-Indie en het Sultanaat Jogjakarta van 18 Maart 1940

Judul perjanjian asli dalam bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Jawa. Alih aksara (transliterasi) Jawa-Latin.
Serat Prajanyjiyanipun Kangjeng Gupermen Hing Hindhiya Nederlan Kaliyan Nagari Kasultannan Ngayogyakarta, Katiti-mangsan Tanggal: 18: Maret: 1940.
http://id.wikisource.org/wiki/Perjanjian_Politik_1940

Amanat 5 September 1945

Naskah Amanat Kesultanan Yogyakarta

AMANAT
SRI PADUKA INGKENG SINUWUN KANGDJENG SULTAN

Kami Hamengku Buwono IX, Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:

  1. Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
  2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada ditangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kami pegang seluruhnya.
  3. Bahwa perhubungan antara Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mengindahkan Amanat Kami ini.

Ngajogjakarta Hadiningrat, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945

HAMENGKU BUWONO IX


Naskah Amanat Kadipaten Paku Alaman

AMANAT
SRI PADUKA KANGDJENG GUSTI PANGERAN ADIPATI ARIO PAKU ALAM

Kami Paku Alam VIII Kepala Negeri Paku Alaman, Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat menjatakan:

  1. Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.
  2. Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnja.
  3. Bahwa perhubungan antara Negeri Paku Alaman dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia, bersifat langsung dan Kami bertanggung djawab atas Negeri Kami langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kami memerintahkan supaja segenap penduduk dalam Negeri Paku Alaman mengindahkan Amanat Kami ini.
Paku Alaman, 28 Puasa Ehe 1876 atau 5-9-1945

 Sumber : http://id.wikisource.org/wiki/Amanat_5_September_1945

Piagam Penetapan

Dari Wikisource bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Piagam Kedudukan yang diberikan oleh Presiden Indonesia, Sukarno, kepada dua Kepala Negara di daerah Yogyakarta, Sultan HB IX dan Pangeran PA VIII, merupakan sebuah jaminan status khusus bagi kedua kepala kerajaan tersebut sebagai “imbalan” untuk bergabung dengan Indonesia. Piagam ini sebenarnya dikeluarkan Sukarno pada 19 Agustus 1945 setelah ada lobi intensif dengan wakil Kesultanan Yogyakarta yang menjadi anggota PPKI, Pangeran Puruboyo, tentang kesanggupan Kesultanan (dan Kepangeranan) untuk berdiri di belakang Republik yang baru dua hari diproklamasikan. Piagam ini akhirnya baru diberikan pada 6 September 1945 setelah ada sikap resmi dari kedua kerajaan untuk mendukung Republik Indonesia yang diumumkan pada 5 September 1945.

Piagam untuk Sultan Yogyakarta

Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX

Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:

Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya,

Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia.

Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
Ir. Sukarno


Piagam untuk Pangeran Pakualam

Piagam Kedudukan Sri Paduka Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII

Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:

Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII Ingkang Kaping VIII, pada kedudukannya,

Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Gusti akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Paku Alaman sebagai bagian daripada Republik Indonesia.

Jakarta, 19 Agustus 1945
Presiden Republik Indonesia
Ir. Sukarno


http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Penetapan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Perubahan II)

Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
http://id.wikisource.org/wiki/Undang...5/Perubahan_II

Sri Sultan Gugat Sistem Monarkhi Versi Presiden SBY

Sabtu, 27 November 2010 14:51 WIB

Metrotvnews.com, Yogyakarta: Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan, pihaknya akan mempertimbangkan kembali jabatannya sebagai gubernur saat ini. Pernyataan tersebut menyusul perkataan Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono soal keistimewaan DIY, bahwa tidak mungkin ada sistem monarkhi yang bertabrakan dengan sistem kosntitusi dan nilai demokratis, Jumat (26/11) kemarin.

Menurut Sultan, seandainya ia dianggap pemerintah pusat menghambat proses penataan DIY, jabatan gubernur yang ada pada dirinya saat ini akan dipertimbangkan kembali. Hal itu dikatakan Sultan di hadapan wartawan di Kepatihan, Sabtu (27/11). Ia secara khusus mengundang wartawan soal itu.

Sultan menolak untuk menjelaskan lebih lanjut pernyataannya. Bahkan, ia menyerahkan kepada semua pihak untuk menafsirkannya. “Monggo, terserah cara menafsirkannya saja, karena semua ini keputusan politis. Yang disampaikan Presiden juga pendapat politis,” kata Sultan.

Sultan mempertanyakan sistem monarkhi yang disampaikan Presiden. Sultan membeberkan fakta-fakta. Bahwa pemerintah Provinsi DIY, menurut Sultan, menggunakan sistem yang sama seperti pemerintah provinsi lainnya, yakni berdasarkan konstitusi UUD 1945, UU, dan peraturan perundangan lainnya.

Soal pilihan penetapan atau pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Keistimewaan DIY pun berdasarkan aspirasi masyarakat yang mempunyai hak menentukan. Di sisi lain, walikota DKI Jakarta tidak pernah ditetapkan melalui pemilihan. Melainkan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dan dilantik Gubernur DKI Jakarta sebagai walikota. “Dan itu tidak pernah ada orang yang mempertanyakan itu tidak demokratis,” kata Sultan.

Bahkan draf RUU Keistimewaan Yogyakarta yang diajukan pemerintah pusat ke DPR RI justru mengatur kedudukan Sultan dan Paku Alam dalam kelompok pararadya. Dalam kelompok tersebut, Sultan dan Paku Alam mendapat hak imunitas, sehingga tidak dapat dijangkau hukum. “Apakah itu tak bertentangan dengan konstitusi? Apakah itu demokratis, malah bukan monarkhi? Makanya sebenarnya sistem monarkhi itu (menurut Presiden) seperti apa,” kata Sultan. Tampaknya Presiden Yudhoyono harus memperjelas pernyataannya kemarin.
http://www.metrotvnews.com/read/news...-Presiden-SBY/

Sejarah DIY Oleh Menteri Pendidikan dan kebudayaan ( 1978 - 1983 )

Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan UU No 3 Tahun 1950, yang meliputi daerah Kesultanan Yogyakarta dan Paku Alaman, bukan atas permintaan Sultan Hamengku Buwono IX maupun warga. Sultan dan warganya mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan RI tanpa pamrih.

Sultan Hamengku Buwono (HB) IX adalah sultan pertama yang mendukung proklamasi kemerdekaan. Kesultanan yang dipimpin merupakan bagian konstitutif NKRI.. Hal serupa juga dimaklumatkan Sultan Siak Sri Indrapura (Sumatera Tengah) beberapa hari kemudian.


Kebajikan Sultan Yogya juga ditunjukkan dengan terus melibatkan diri dalam perjuangan menegakkan kedaulatan RI. Di saat-saat krusial, tanpa diminta, Sultan menunjukkan sikap tidak defaitis, misalnya, saat Belanda melakukan aksi militer pertama (Juli-Agustus 47), kedua (19 Desember 48), dan saat PKI memberontak dari Madiun (18 September 48).


Revolusi fisik


Selama revolusi fisik (1946-1949) saya ber-SMA di Yogya, menggabungkan diri pada Tentara Pelajar (TP) Bat. 300. Dalam aksi militer Belanda pertama, pelajar-anggota TP menuju garis depan. Saat berangkat, Sultan—selaku Gubernur Militer—melepas. Sebelumnya, Sultan menerima alamat orangtua anggota TP dari luar Jawa untuk disimpan. Sesudah cease-fire saya kembali ke Yogya, menemui Sultan untuk mengambil alamat orangtua saya, dan alamat orangtua dua teman yang gugur. Saya katakan kepada Sultan, saya sendiri akan mengabarkan berita duka itu bila hubungan pos Jawa-Sumatera sudah pulih karena kami dari Medan .


Dalam aksi militer kedua, Belanda menduduki Yogya. Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dan beberapa petinggi lain ditawan, tetapi Sultan tidak. Ketika pimpinan militer Belanda ingin menghadap ke keraton, Sultan menolak. Kalau Belanda nekat masuk keraton, mereka harus melangkahi mayat Sultan lebih dulu.. Intelijen Belanda tahu, keraton menjadi tempat bertemu dan berlindung gerilyawan. Dari keraton, Sultan memantau situasi melalui radio.


Setelah tiga kali ditangkap dan ditahan Belanda, saya berhasil lari dan meninggalkan Yogya, apalagi pondokan saya digeledah. Dengan beberapa ”pelajar seberang”, saya menempuh long march ke Jakarta . Yogya tidak lagi memungkinkan perantau mencari nafkah guna membiayai hidup dan sekolah. Sepanjang perjalanan Yogya-Salatiga, penduduk di desa-desa selalu menanyakan keadaan Sultan. Melihat kenyataan ini, kami yakin, seandainya Sultan menyerah dan menerima kedatangan Belanda, saat itu riwayat RI pasti tamat. Minimal, negara tak lagi merdeka, beralih menjadi dominion atau negara boneka.


Selama revolusi fisik, Yogyakarta menjadi ibu kota RI . Saat itu Yogyakarta dipenuhi pengungsi dari berbagai penjuru, pejabat, pegawai sipil, dan militer, laskar perjuangan, warga biasa dan pelajar yang jumlahnya mungkin sama dengan warga asli Yogyakarta . Meski demikian wong Yogya tidak pernah mengeluh jika harus berbagi makanan, fasilitas umum dan ruang, bersedia sama-sama menderita, meneladani sikap rajanya yang tanpa pamrih menawarkan bagian depan keraton, termasuk siti hinggil untuk pendidikan. Pagi untuk SMA, sore hari untuk kuliah mahasiswa Universitas Gadjah Mada.


Manusia idealis


Tanggal 1 Agustus 1973, sepulang dari Paris untuk studi selama sembilan tahun, Bung Hatta mengundang saya ke rumahnya. Pada malam itu, di ruang tamu sudah ada Sultan, yang saat itu menjabat wakil presiden.


Saat itu Bung Hatta menanyai visi saya tentang pendidikan nasional, bukan masalah ekonomi yang juga saya tekuni selama belajar di Sorbonne, Perancis. Pertanyaan itu tak sulit dijawab karena selama studi saya juga menyiapkan konsep pembangunan pendidikan dan kebudayaan serta pembangunan pertahanan dan keamanan nasional. Sultan juga menanyakan konsep pengembangan idealisme, membentuk manusia idealis. Menurut Sultan, kita memerlukan banyak calon pemimpin yang idealis, justru karena Tanah Air kita kaya raya.


Ternyata selain nasionalis, Sultan juga arif, bijak, dan tegas. Ketika dinobatkan sebagai sultan di zaman kolonial (1940), Sultan mengatakan dalam pidato, ”Al ben ik Westers opgevoed, ik ben en blijf Javaan” (meski berpendidikan Barat, saya adalah orang Jawa dan akan tetap Jawa). Saat itu, pernyataan ini dianggap ”revolusioner”.


Sultan juga yang mewakili RI menerima kedaulatan dari Wakil Kerajaan Belanda di Jakarta (Desember 1949). Sultan beberapa kali dipercaya menjabat Menteri Pertahanan setelah penyerahan kedaulatan. Sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat (1949-1950)—saat keamanan dan ketertiban amat kacau—Sultan berulang kali pulang balik Jakarta-Yogya, menyetir mobil sendiri, tanpa ajudan atau voorrijder. Dalam salah satu perjalanannya, Sultan pernah memboncengkan perempuan tua yang terseok-seok menggendong dagangannya hingga depan Pasar Beringharjo. Sultan tak mengungkap jati dirinya.


Keistimewaan Yogyakarta


Sesudah Belanda angkat kaki, para pejuang yang selamat sepakat, negara-bangsa memberikan pengakuan yang tulus atas sikap patriotik Sultan dan warga Yogya di masa perjuangan. Pengakuan ini berupa pemberian status keistimewaan bagi daerah Kesultanan Yogyakarta dan Paku Alaman. Keistimewaan DIY memang dikaitkan kedudukan Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman. Artinya, secara implisit, siapa pun yang menjadi sultan dan paku alam, jabatan gubernur dan wakil gubernur adalah melekat.


Jadi, aneh jika generasi reformis kini justru meragukan kebenaran hakikat pertimbangan para tokoh pejuang 45 dalam memutuskan keistimewaan DIY. Itu tidak hanya kebenaran thok, tetapi kebenaran bernilai sejarah perjuangan, bukan untuk mengukuhkan monarki absolut di Yogya. Meski di bawah raja, pemerintahan daerah ini berjalan demokratis.


Jangan anggap para tokoh tidak tahu soal ketatanegaraan. Mereka tidak kalah terdidik, tidak kurang cerdas dan patriotik daripada para tokoh reformis sekarang. Maka hargailah keputusan mereka. Alih- alih mempertanyakan, sekali lagi tegaskan secara positif keputusan itu. Yang dipertaruhkan bukan hanya martabat Sultan dan Paku Alam dan seluruh warga, tetapi juga intellectual dignity dan political credibility dari pejuang kemerdekaan 45 yang telah memutuskan itu.


Pembentukan DIY bukan hanya masalah hukum dan UU. Ia adalah keputusan bersejarah yang jelas rasionale-nya dalam perjalanan sejarah. Kalaupun pembentukan itu hendak dijadikan masalah hukum/ UU, sebagai produk buatan manusia, ia harus dibuat bersendikan tidak hanya akal, tetapi juga akal budi dan kearifan.. Hanya orang yang berbudi yang dapat menghargai budi luhur orang lain.


Daoed Joesoef

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan III (1978-1983);
Alumnus Universite Pluridisciplinaires Pantheon-Sorbonne